Senin, 02 Januari 2012

komunikasi,kunci menghadapi konflik


Anak dan orangtua tidak selalu akur. Ada saatnya mengalami berbagai konflik yang berujung pertikaian dan salam paham antara keduanya. Tapi ada yang harmonis sekali.
“Konflik, gak deh,” begitu ujar Utari Kurnia Dewi, seorang mahasiswi STAIN Bukittinggi.
“Aku nggak pernah ada konflik sama orangtua, karena orang tuaku selalu memberikan kebebasan kepadaku, tapi bebas bukan bebas sebebasnya, tapi bebas dalam aturan dan ketentuan yang ada. Selama tidak me­langgar ketentuan ya nggak masalah, walaupun ada masalah pasti Nia langsung ditegur mama,” ujar mahasiswi jurusan Matematika ini kepada Haluan Kampus.

Beruntunglah Utari yang tidak pernah mengalami konflik. Beda dengan teman kita berikut ini.
“Aku pernah marahan sama orangtua karena waktu itu aku minta sesuatu nggak dikasih,” ujar Desi Asnita.
“Tapi akhirnya aku sadar mungkin cara meminta dan suasananya tidak memungkinkan, akhirnya karena kesalahanku aku minta maaf pada orangtuaku,” tutur Desi Asnita, mahasiswi IAIN IB Padang Jurusan BKI.
Cukup sering terjadi konflik antara anak dan orang tua, seperti yang dialami Desi Asnita. Ka­dang, konflik itu muncul dari peraturan orangtua yang terlalu ketat dalam mendidik anaknya. Masa remaja identik dengan masa pancaroba, masa-masa pencarian jati diri.
Di masa  ini mereka me­miliki ego tinggi, kadang merasa dirinyalah yang paling hebat, paling benar sehingga apapun yang dikatakan oleh orang yang lebih tua sering tidak dihiraukan, karena mereka menganggap diri sudah dewasa. Sering aturan yang terlalu ketat dari orang tua membuat remaja merasa ter­kekang. Akhirnya mereka men­coba untuk melawan, bahkan ada juga kabur dari rumah untuk mencari kebebasan.
“Kurang pengertian orangtua, tidak ada kedekatan, tidak terealisasikannya keinginan anak dan orang tua,” begitu kata Ummul Husni, mahasiswi IAIN IB Padang.
Ia mencoba menyigi apa saja penyebab konflik. Penyebab lainnya mungkin juga kurang perhatian sebagaimana yang terjadi pada teman kita berikut ini. Mahasiswi salah satu uni­versitas di Padang yang enggan menyebutkan nama ini berkata: “Saya terjerumus ke pergaulan bebas karena orangtua terlalu sibuk dengan urusannya. Jadi aku ngak terlalu diperhatiakan.” Ironis sekali.
Ada Solusi
Ada masalah, ada solusi. Begitu juga dengan masalah antara orangtua dan anak. Menurut Drs Zakirman MAg, dosen IAIN IB, konflik kadang terjadi karena si anak menuntut keadilan terhadap orangtuanya. Dimana anak me­minta kesamaan hak antara dia dengan yang lainnya. Anak tidak melakukan protes melalui mulut karena ia merasa tidak akan berhasil. Jadi ia me­lakukannya melalui sikap dan prilakunya.
Sebaiknya orangtua tahu hal-hal apa saja yang dilakukan anaknya. Demikian menurut beliau.
“Sekurangnya tahu tujuan si anak dan tahu apa yang ia inginkan,” ujar Zakirman lagi. Orangtua harus memberikan teguran kepada anak kalau melihat anak sudah mulai me­nyimpang, tujuannya agar si anak tidak berlarut-larut dan ter­jerumus lebih jauh lagi.
Ada beberapa solusi agar tidak terjadi konflik antara anak dan orang tua, yaitu anak dan orangtua sadar akan fungsi dan peranan masing-masing.  Anak lahir ke dunia karena orang­tuanya, maka orangtua harus mendidik anaknya dengan benar. Anak juga harus sadar bahwa orang tualah yang telah mem­besarkan dia. Orangtua tidak boleh mencap atau memvonis bahwa kesalahan mutlak ada pada anaknya. Semestinya orangtua juga mengetahui dan sadar akan kesalahannya sendiri.
Selain sadar akan peranan dan fungsi masing-masing, ora­ngtua harus menjalin komu­nikasi secara intim dengan anak. Kunci pe­nyelesaian masalah adalah ko­munikasi.  Cobalah bertukar pikiran dengan anak, agar anak tidak lari dan mencari orang lain untuk mengatasi masalahnya. Semua permasalahan intinya adalah komunikasi, kalau komu­nikasi sudah dijalin dengan baik maka semua urusan akan mu­dah, dan konflik bisa di­mi­nimalisir bahkan di­hilang­kan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar